Advertisement (468 x 60px )

Blogger Themes

Senin, 02 April 2012

BMKG: Gelombang Laut Banten Selatan Dua Meter

Serang - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Serang, Banten, memprakirakan tinggi gelombang laut Banten selatan dalam tiga hari ke depan berpeluang dua meter. Kecepatan angin rata-rata 24 kilometer per jam.

Koordinator Unit Analisa BMKG Serang Halim Perdanakusumah, Selasa (3/4), memprakiraan tinggi gelombang laut Banten selatan berkisar antara 1,0 meter sampai 2,0 meter. Tiupan angin bergerak dari barat sampai barat daya dan berkisar tiga sampai 12 knot. Gelombang bergerak dari selatan dengan jarak pandang empat sampai delapan kilometer.

Selama ini, kata dia, cuaca perairan Banten Selatan relatif normal. Ketinggian gelombang dua meter dan angin berkecepatan 24 km per jam. Cuaca berawan pagi hingga siang hari, dan sore hari berpeluang hujan dengan kapasitas ringan. Suhu udara pada siang hari berkisar 23 derajat hingga 31 derajat Celcius. Kelembaban udara antara 60 sampai 90 persen.

Halim menjelaskan, cuaca pesisir Banten selatan meliputi Pantai Carita, Labuan, Panimbang, Sumur, Tanjunglesung, Sumur, Binuangeun, Cihara, Sawarna sampai Pelabuhanratu, Sukabumi, dinyatakan aman bagi nelayan dan kapal tongkang.

Selama ini, kata dia, pesisir laut Banten selatan relatif normal dan tidak menimbulkan kecelakaan laut. "Kami menjamin nelayan perahu kecil dan tongkang relatif aman karena angin berkecapatan 12 knot dan ombak dua meter," ujarnya menjelaskan.

Ia menyebutkan, tinggi gelombang laut Banten utara meliputi Pantai Bojonegoro, Pulomerak, Pulorida, Anyer berpeluang 0,6 meter sampai 1,2 meter dengan tiupan angin berkecepatan 24 km per jam. Tiupan angin bergerak dari barat sampai barat daya dan berkisar tiga sampai 12 knot.

Begitu pula laut kawasan Selat Sunda lintas Merak-Bakauheni relatif normal dan tidak berbahaya bagi pelayaran penyeberangan. Selama ini, ujar dia, pelayaran penyeberangan Merak-Bakauheni, Lampung berjalan lancar tanpa hambatan disebabkan cuaca di Selat Sunda bagian utara relatif normal.

"Saya kira cuaca laut Banten beberapa hari mendatang membaik dan tidak terjadi gelombang tinggi," katanya.(Ant/BEY)

Keterlambatan LKPJ Gubernur Banten Dipertanyakan

SERANG - Keterlambatan penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban   Gubernur Banten Hj Ratu  Atut Chosiyah terkait pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2011 dipertanyakan oleh sejumlah pihak, termasuk DPRD Banten.

Sebab, mengacu pada  Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Pertanggujawaban Pemerintah Daerah, LKPJ harus disampaikan kepada DPRD paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sanuji Pentamarta, Senin (2/4)  menegaskan, keterlambatan penyampaian LKPJ tahun anggaran 2011 oleh Gubernur Banten  akan menghambat agenda pembangunan.

Salah satunya adalah terkait  program legislasi daerah  (Prolegda). Ketua DPRD Banten Aeng Haerudin mengatakan, hingga saat ini belum menerima surat pengantar penyampaian LKPJ Gubernur Banten dari Pemprov Banten.

“Saya belum mengecek ke Sekretariat DPRD Banten. Namun, sejauh ini saya belum menerima surat pengantar LKPJ Gubernur Banten tersebut,” jelasnya.

Secara terpisah, Ketua  Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Pemprov Banten Widodo Hadi membantah jika penyampaian LKPJ Gubernur  Banten Tahun Anggaran 2011 terlambat.

Kata dia, surat pengantar LKPJ sudah disampaikan ke DPRD Banten pada Jumat (30/3) lalu. Widodo mengatakan pihaknya menunggu jadwal dari DPRD Banten  untuk dilaksanakan rapat paripurna penyampaian LKPJ tersebut oleh Gubernur Banten. 

Gubernur  Banten akan menyampaikan LKPJ secara resmi melalui rapat paripurna. Berdasarkan PP Nomor 3 Tahun 2007  tersebut, laporan kepala daerah terdiri atas LKPJ akhir tahun anggaran dan LKPJ akhir masa jabatan.

Dalam  pasal 16 ditegaskan,  LKPJ disusun berdasarkan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD. Selanjutnya, dalam  Pasal 17 Ayat (1) ditegaskan bahwa  LKPJ akhir tahun anggaran disampaikan kepada DPRD paling lambat 3 bulan setelah tahun anggaran berakhir. 

Hujan Membuat Jakarta dan Tangerang Terendam

Jakarta - Hujan deras yang mengguyur Jakarta mengakibatan ratusan rumah warga di dua rukun warga di Kelurahan Susukan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Senin (2/4) sore tergenang banjir setinggi 60 sentimeter. Air yang menggenangi permukiman warga Susukan terjadi setelah hujan deras yang mengguyur Ibu Kota selama lebih dari satu jam.

Meski kerap terendam banjir, warga tetap bertahan dan belum berencana untuk mengungsi. Sementara barang-barang milik mereka telah diselamatkan ke lantai dua. Warga mengeluhkan banjir yang kerap terjadi di lokasi ini saat Jakarta diguyur hujan deras. Menurut warga, banjir sering terjadi akibat penyempitan saluran pembuangan air Kali Cipinang.

Mereka berharap pemerintah kota untuk memperhatikan serta mendengarkan keluhan warga agar air yang kerap menggenangi rumah mereka ini tidak terjadi lagi.

Akibat hujan deras yang mengguyur kemarin petang, perumahan di kawasan Pondok Labu, Jakarta Selatan, juga kembali terendam air. Ketinggian air di kawasan ini mencapai satu meter lebih. Perumahan di kawasan Kelurahan Pondok Labu, Cilandak, sejak petang hingga malam tergenang air. Ketinggian air di kawasan ini mencapai satu meter lebih. Tim Basarnas pun sudah diturunkan untuk memantau warga yang rumahnya terendam.

Sejumlah warga yang rumahnya terendam pun terpaksa mengunsi di musala setempat untuk bermalam. Namun, beberapa warga masih bertahan di rumahnya masing-masing. Jika hujan tak kunjung berhenti, diperkirakan ketinggian air di permukiman warga ini akan kembali meninggi.

Sementara itu, hujan deras yang mengguyur Kota Tangerang, Banten dan sekitarnya juga mengakibatkan sejumlah ruas jalan tergenang air. Di kawasan Cileduk, tepatnya di Jalan Dokter Sutomo, Kecamatan Karang Tengah, ratusan sepeda motor mogok akibat terjebak banjir setinggi lutut orang dewasa.

Warga sekitar membantu para pengendara sepeda motor yang terjebak banjir. Mereka nekat menerobos banjir karena jika harus memutar jarak yang ditempuh terlalu jauh. Akibat banjir, arus lalu-lintas dari arah Joglo, Jakarta Barat, menuju Cileduk maupun sebaliknya macet total, apalagi hujan turun bertepatan dengan jam pulang kantor.

Selain akibat hujan deras, banjir di Jalan Dokter Sutomo ini juga diakibatkan menyempitnya Kali Gebyuran yang melintas di kawasan ini. Kondisi ini diperparah dengan menumpuknya sampah di Kali Gebyuran, sehingga setiap kali hujan deras air meluap hingga ke jalan.(ADO)

Senin, 06 Februari 2012

Danau di Tangerang Jadi Milik Singapura

Situ Cipondoh di Jalan Raya KH Hasyim Ashari, Tangerang, sudah menjadi milik asing. Sebuah perusahaan dari Singapura disebut-sebut menjadi pemilik danau seluas 170 hektar tersebut. Wali Kota Tangerang pun berang.
Menurut Wali Kota Tangerang Wahidin Halim, Situ Cipondoh di bawah wewenang Pemerintah Provinsi Banten. Namun ia berang mendengar danau kebanggaan warga Tangerang itu sudah beralih kepemilikan.
"Bagaimana mungkin aset pemerintah kini menjadi milik perorangan, apalagi sertifikatnya sudah atas nama perorangan. Saya akan cari oknumnya, siapa yang bermain di Situ Cipondoh. Ini harus dicabut," kata Wahidin kepada wartawan di Tangerang, Kamis (2/2).
Menurut Wahidin, ia mengetahui danau di wilayahnya itu sudah menjadi milik asing pada saat ada pengembang yang datang ke kantor Pemerintah Kota Tangerang. Pengembang itu mau menginvestasikan dananya untuk memberdayakan Situ Cipondoh. Namun, pengembang itu tidak bisa melakukan investasi di Situ Cipondoh karena ternyata danau tersebut sudah disertifikatkan atas nama perusahaan asal Singapura.
"Ini yang membuat saya geram, mengapa aset daerah seperti danau bisa menjadi milik perorangan. Dari mana asal-muasalnya? Saya akan mengupayakan agar Situ Cipondoh kembali menjadi milik pemerintah," kata Wahidin.
Ia juga menyindir Pemerintah Provinsi Banten yang seolah tidak bisa berbuat apa-apa atas peralihan status Situ Cipondoh. Kasus penyerobotan lahan itu sendiri sudah mulai terjadi sebelum Banten menjadi provinsi pada tahun 1999.
"Patut dipertanyakan, kenapa tidak ada upaya gubernur untuk mengambilnya lagi. Kalau tidak sanggup, saya sendiri yang akan kirimkan surat ke Presiden," kata Wahidin.
Ia berjanji akan menggalang semua kekuatan agar situ terbesar di Kota Tangerang itu dapat kembali menjadi milik Pemerintah Kota Tangerang. Selain mengirimkan surat kepada Presiden, Pemerintah Kota Tangerang juga akan mengirim surat kepada kementerian yang terkait dengan urusan hak atas lahan tersebut.
"Kalau perlu saya ajak warga untuk demo ke sana. Ini semata-mata saya lakukan untuk mengembalikan hak rakyat, bukan keinginan saya pribadi. Terlebih, situ tersebut adalah satu-satunya tempat penampungan air pertama untuk mencegah banjir yang mengancam warga Kota Tangerang," kata Wahidin.
Menurut informasi yang dihimpun Warta Kota, sejak masa Orde Baru Situ Cipondoh mulai diperjualbelikan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Saat itu Situ Cipondoh masih 'milik' Pemprov Jawa Barat. Provinsi Banten belum terbentuk.
Upaya Wahidin untuk menyelamatkan Situ Cipondoh pun pernah dilakukan beberapa tahun lalu melalui gugatan class action. Langkah lain yang ditempuh Wahidin waktu itu adalah mendesak DPRD Provinsi Banten untuk ambil bagian menagih ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Hak pengelolaan
Menurut catatan Warta Kota, pada tahun 2009 pemberitaan soal Situ Cipondoh sempat ramai di berbagai media massa. Saat itu, dalam rapat pembahasan penanganan pascabencana Situ Gintung, sempat dibahas soal pengelolaan Situ Cipondoh yang telah diserahkan kepada pihak swasta selama 30 tahun, terhitung sejak 1993.
Fakta ini tertuang dalam dokumen Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), yang menyebutkan adanya perjanjian antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Komisaris PT GTP.
Karena alasan itu pula, Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Departemen Pekerjaan Umum (PU) yang waktu itu dijabat Iwan Nursyirwan menolak mengucurkan dana bagi rehabilitasi Situ Cipondoh karena situ tersebut tak masuk dalam wewenang pemerintah pusat. Terlebih lagi, Situ Cipondoh telah dikontrakkan oleh pemerintah daerah kepada pengembang. Departemen PU hanya akan membantu sebatas permohonan bantuan teknis.
Dokumen kontrak antara Pemprov Jawa Barat dan pihak swasta itu ditandatangani pada 22 November 1993. Dalam dokumen tersebut tertulis Pemprov Jawa Barat (saat itu Tangerang masih di bawah Jawa Barat) diwakili Wakil Gubernur Jawa Barat sebagai pihak pertama. Pihak swasta yang disebutkan sebagai pihak kedua berhak mengelola 170 hektar Situ Cipondoh dan 2.100 hektar lahan di sekitar situ. Dengan memegang hak kelola, PT GTP memiliki izin membangun sarana rekreasi air, rumah makan, hingga perumahan.
Bukti lain adanya hak pengelolaan pihak lain di luar pemerintah adalah adanya plang bertulisan "Pelestarian Situ Cipondoh, Milik Pemda Tk I Jabar". Di bawah plang tertulis "Sertifikat Pengelolaan Nomor 1 Pemda Tk I Jabar". Lalu di bawah peta lokasi ada bacaan "Kerja Sama Pemda Tingkat I Jabar dengan PT Griya Tri Tunggal Paksi Sesuai Keputusan DPRD Tk I Jabar No 660/Keputusan Dewan No I/DPRD 1997/Pengesahan Mendagri No 050-32-094 tanggal 12 Februari 1999". Tahun 2009 plang itu terpampang jelas di salah satu sisi situ.
BBWSCC waktu itu menegaskan bahwa penguasaan seluruh situ dan lahan sekitarnya oleh perorangan atau perusahaan tertentu bertentangan dengan konsep keberadaan situ sebagai lahan konservasi. Penguasaan lahan seperti ini memicu kerawanan terjadinya alih fungsi kawasan konservasi yang membahayakan keseimbangan lingkungan.

Tak bertuan
Beberapa tahun lalu Situ Cipondoh sempat tak terurus. Danau yang pada sore hari biasa dijadikan tempat bersantai warga yang ingin melihat matahari terbenam itu dipenuhi eceng gondok. Hal ini terjadi lantaran status Situ Cipondoh bagai tak bertuan.
Pemprov Jawa Barat waktu itu mengklaim situ tersebut sebagai miliknya secara de jure, tapi secara de facto terletak di wilayah geografis kota Tangerang, Provinsi Banten. Sementara Wali Kota Tangerang Wahidin Halim menyatakan, Situ Cipondoh merupakan aset kota Tangerang. "Itu milik kami," katanya.
Dasar hukumnya Undang-Undang No 23/2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten. Sejak pengukuhan kota Tangerang masuk wilayah Provinsi Banten pada tahun 2000, ditegaskan dalam satu tahun semua aset Provinsi Banten harus sudah diserahkan oleh Pemerintah Jawa Barat, "Termasuk Situ Cipondoh," kata Wahidin.
Namun, Provinsi Jawa Barat belum mengubah sikapnya dan bahkan telah menggandeng pihak ketiga untuk mengelola Situ Cipondoh selama 30 tahun. 
 
www.wartakota.co.id

Pemprov Banten Tuntaskan Status Situ Cipondoh

Pemerintah Provinsi Banten segera mengundang pihak terkait untuk menyelesaikan permasalahan aset daerah, khususnya keberadaan Situ Cipondoh di Kota Tangerang.

Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten Zaenal Mutaqien di Serang, Senin (6/2), mengatakan Pemprov Banten segera menyelesaikan persolaan keberadaan Situ Cipondoh di Kota Tangerang yang diduga kepemilikannya beralih ke pihak swasta.   

Rencananya Pemprov Banten akan melakukan pertemuan dengan pihak terkait pada Kamis (9/2). "Kami bukan mengabaikan aset Situ Cipondoh, namun memang kondisi aset tersebut masih ada keterikatan dengan pihak ketiga yang dibuat saat masih menjadi aset Jawa Barat," kata Zaenal Mutaqien.

Dalam pertemuan menyelesaikan masalah Situ Cipondoh tersebut, Pemprov Banten akan mengundang Pemprov Jabar, Kementerian PU, PT Griya Tritunggal Paksi, dan Pemkot Tangerang.

"Seharusnya sebelum aset Cipondoh diserahkan ke Banten, Pemprov Jabar menyelesaikan terlebih dulu keterikatanan perjanjian kerja sama dengan perusahaan itu sehingga ketika diserahkan tidak ada masalah," katanya.

Akan tetapi, kata Zaenal, saat diserahkan aset tersebut dari Pemprov Jabar ke Pemprov Banten sekitar tahun 2007, dalam kondisi sudah ada kerja sama yang dilakukan oleh Pemprov Jabar. Dengan demikian, Pemprov Banten menerima aset tersebut dalam kondisi bermasalah.

Sekda Pemprov Banten Muhadi membantah tudingan bahwa aset Situ Cipondoh yang terletak di Kelurahan Cipondoh, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, seluas 1,2 hektare tersebut dimiliki pihak asing.

Menurut Muhadi, PT Griya Tritunggal Paksi yang memiliki hak guna bangunan (HGB) Situ Cipondok atas dasar kerja sama dengan Pemprov Jawa Barat tersebut, telah mengagunkan HGB ke pihak lain yang disebut sebagai pihak asing. Sedangkan sertifikat kepemilikan lahan Situ Cipondoh dimiliki Pemprov Banten.

"Saya ingin meluruskan informasi yang simpang siur. Sesungguhnya tidak ada dokumen yang menyebutkan bahwa Situ Cipondoh dimiliki pihak asing, pihak asing hanya mengelola bukan memiliki," kata Muhadi.

Muhadi mengatakan, Situ Cipondoh awalnya merupakan aset Jawa Barat, kemudian diserahkan ke Pemprov Banten setelah Banten resmi menjadi provinsi tahun 2000. Namun penyerahan aset itu dinilai telat karena Situ Cipondoh diserahkan pada 2007 sesuai Berita Acara Serah Terima Aset Situ Cipondoh Nomor: 593/33/plk-030/153-plk 2007, tepatnya dibuat pada Rabu 31 Januari 2007 di Serang.

Sebelum diserahkan, kata Muhadi, Pemprov Jabar telah mengikat kerja sama dengan PT Griya Tritunggal Paksi pada 1993 kemudian diperpanjang tahun 2000, untuk masa kerja sama selama 30 tahun. Perjanjian kerja sama tersebut tertuang dalam berita acara serah terima aset, yakni Nomor 660/60/Perek tanggal 22 November 1993 jo. Addendum Nomor: 912/05/Huk/2000 tanggal 12 April 2000 tentang Pengembangan Kawasan Pilot Proyek Percontohan Lingkungan Cipondoh Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang.

Sertifikat tanah yang menjadi bukti kepemilikan hak atas Situ Cipondoh itu saat ini ada di Pemprov Banten. Hak kepemilihan itu dalam bentuk hak pengelolaan lahan (HPL).

www.mediaindonesia.com

Status Situ Cipondoh Akan Diupayakan Kembali ke Negara

Status kepemilikan Situ Cipondoh yang merupakan aset negara dan diduga telah dijual ke perusahaan Singapura masih menimbulkan polemik. Pemkot Tangerang berjanji akan berjuang mengembalikan Situ Cipondoh sebagai aset negara dan menjadi kawasan resapan air.

Walikota Tangerang, Wahidin Halim hari ini meninjau Situ Cipondoh seluas sekitar 175 hektar yang diduga telah dijual ke perusahaan Singapura. Status kepemilikan Situ Cipondoh yang beralih ke pihak lain sebenarnya terjadi saat Tangerang masih bergabung dengan Provinsi Jawa Barat. Walikota Tangerang berjanji akan berjuang mengembalikan status Situ Cipondoh sebagai aset negara dan daerah resapan air.

Untuk itu Walikota Tangerang meminta Badan Pertanahan Negara menyabut sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Situ Cipondoh yang saat ini dikuasai perorangan dan perusahaan asing. Pihaknya juga akan segera melayangkan surat kepada presiden untuk menyelesaikan status kepemilikan Situ Cipondoh.

Sementara itu pihak BPN Kota Tangerang menyatakan, kesediaan untuk mencabut sertifikat HGB Situ Cipondoh asal ada pihak ketiga yang bersedia mengajukan permohonan atau batas ijin hak gunanya sudah habis.

Situ Cipondoh awalnya milik pemerintah Provinsi Banten yang dahulu masih menyatu dengan Provinsi Jawa Barat. Tetapi kini banyak dikuasai perorangan.

www.indosiar.com

Jumat, 03 Februari 2012

Situ Cipondoh Dibeli Singapura, Wahidin Surati SBY

Wali Kota Tangerang Wahidin Halim sedang menyiapkan surat yang ditujukan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan beberapa kementerian terkait penjualan Situ Cipondoh, Kota Tangerang, secara ilegal kepada pihak asing.

Wahidin menyatakan Pemerintah Kota Tangerang baru mengetahui Situ Cipondoh sudah terjual saat ada investor yang akan membudidayakan situ seluas 150 hektar itu. Menurut Wahidin, Situ Cipondoh yang mestinya dikelola Pemerintah Provinsi Banten kini sudah berpindah tangan dan bersertifikat atas nama perusahaan. ”Bahkan, kini sertifikatnya ada di Singapura," kata Wahidin Halim, Jumat, 3 Februari 2012.

Wahidin juga mempertanyakan perubahan status aset dari aset negara bisa menjadi milik perorangan. Apalagi, katanya, salah satu situ terbesar di Kota Tangerang ini menjadi lokasi konservasi lingkungan dan tandon air terbesar di kota ini. "Saya akan menyurati Gubernur Banten dan Presiden SBY agar sertifikat ini dicabut. Situ ini melayani hajat hidup orang banyak," kata Wahidin.

Selain itu, kata Wahidin, Pemerintah Kota Tangerang akan meminta Presiden mengusut pembuat sertifikat atas nama perusahaan tersebut. Sebab, situ itu bukan milik pribadi. Wahidin bahkan siap mengajak masyarakat Kota Tangerang untuk memprotes penyerobotan situ tersebut.

Selain mengirimkan surat, Wahidin berjanji akan mencari pelakunya Sebab, apapun keadaannya, sertifikat atas nama pribadi yang menguasai Situ Cipondoh harus dicabut.

Hingga saat ini, kondisi Situ Cipondoh masih ditelantarkan oleh Pemprov Banten. Bahkan, sejak 1999, situ diserobot PT Eka Paksi. Saat itu Kota Tangerang masih masuk Pemprov Jawa Barat. Menurut Wahidin, kenyataan ini menunjukkan minimnya kepedulian Pemprov Banten terhadap situ-situ di Kota Tangerang. “Bahkan, bisa dikatakan tidak ada," kata Wahidin.

Pengamatan Tempo, Situ Cipondoh di Jalan Hasyim Ashari, Cipondoh, Kota Tangerang, itu dijadikan sebagai tempat wisata air. Tapi, jika hujan deras, situ itu dipenuhi eceng gondok. Warga Cipondoh yang peduli lingkungan lah yang biasanya membersihkan situ tersebut.

Dihubungi terpisah, Ketua DPRD Kota Tangerang Herry Rumawatine menyatakan persoalan pengelolaan situ merupakan permasalahan lama yang berlarut-larut. Ia menilai Pemprov Banten tidak pro-aktif. “Pemprov Banten cenderung diam. Kami mendukung langkah Wali Kota Tangerang menyurati Presiden. Kenapa aset negara sampai bisa diperjualbelikan?" kata Herry.

Untuk itu DPRD mendukung sekaligus menyarankan agar Kementrian Dalam Negeri memfasilitasi pertemuan antara Pemerintah Kota Tangerang dan Pemprov Banten untuk membahas Situ Cipondoh.

Sementara itu, Kepala Biro Humas Provinsi Banten, Komari, mengatakan pihaknya sedang mengumpulkan data-data di lapangan. "Saya belum direkomendasikan pimpinan untuk menjawab soal situ Cipondoh," kata Komari.

Komari mengatakan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dan Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Banten Muhadi sedang berada di Jakarta.

sumber : www.tempo.co